5 Hal Penting Seputar Kirim Naskah ke Penerbit

Penting sebelum kirim naskah ke penerbit.

Naskah sudah siap, bahkan sudah berkali-kali kamu edit serta tulis ulang.

Judul cerita juga sudah oke. Tampak catchy, terutama bagi pembaca setia yang selalu mengikuti kisah-kisah yang kamu tulis.

Berkas pendukung lain seperti biodata penulis dan summary cerita pun sudah tersusun rapi, singkat, dan jelas.

Horeee!

Berarti tinggal selangkah lagi untuk bikin editor jatuh cinta dengan ceritamu dan menerbitkannya menjadi sebuah buku.

Banyak penulis, terutama yang masih pemula, menganggap karya mereka pasti dengan mudah diterbitkan jika ceritanya semata jadi favorit di Wattpad, atau dirinya memiliki follower banyak pada akun media sosialnya.

Padahal, penilaian utama penerbit bukanlah pada hal tersebut. Selain kualitas karya, banyak penerbit yang ternyata mementingkan kelengkapan dokumen dan hal-hal “remeh” seperti kerapihan dan sisi estetika naskah.

Baca juga: 4 Cara Menulis Novel yang Mudah Bagi Pemula

Kuncinya ada pada proses penting pasca menulis cerita itu sendiri.

Jadi, pastikan setelah naskah rampung, jangan langsung email atau print cerita buatanmu begitu saja.

Lantas, apa yang mesti dilakukan penulis sesudahnya?

Agar proses kirim naskah ke penerbit menjadi lancar dan naskahmu menjadi yang terpilih, perhatikan hal-hal berikut:

1. Sinopsis global cerita

Naskah 200 halamanmu sudah rampung dan siap dilahap editor. Tapi, tahukah kamu bahwa sebelum membaca itu, sering kali editor ingin tahu seperti apa rangkuman ceritamu dari awal sampai akhir?

Ya, maka itu, penulis tidak boleh lupa membuat sinopsis global (summary isi cerita). Bagian satu ini wajib disusun pada bagian paling atas naskah.

Berapa panjang sinopsis global ini?

Cukup satu halaman kertas dengan spasi huruf 1pt.

2. Bab 1 yang menggigit

Bab 1, atau tepatnya paragraf pertama ceritamu, memegang peranan penting untuk menentukan apakah naskah tersebut berhasil menarik perhatian editor, atau malah bikin ia ingin cepat-cepat menyingkirkan si naskah.

Sajikan pembuka cerita yang bermuatan masalah pada bab 1.

Tidak perlu bertele-tele memaparkan latar belakang si tokoh, memulai dengan “Pada suatu hari…” maupun mendeskripsikan keadaan dan latar tertentu yang bikin narasi jadi membosankan dan kehilangan fokus.

Sebagai contoh, bandingkan kedua paragraf di bawah yang akan menjadi pembuka bab 1 dan tentukan mana yang menurut kamu lebih baik:

Paragraf A

Hari ini bukan sekadar Senin yang dimulai dengan kemacetan, namun akan menjadi penentu hidupku yang tinggal beberapa hari lagi.    

Paragraf B

Pagi ini terasa seperti hari-hari yang sudah lewat. Senin, mendung, dan macet, seolah-olah hari bergulir dalam kondisi autopilot. Aku selalu terjaga jauh sebelum gema adzan terdengar, termangu memikirkan kehidupanku belakangan ini yang terasa statis.      

Saya akan memilih paragraf A. Karena, paragraf ini langsung menyiratkan adanya masalah (dalam hal ini, krisis) dalam cerita.

Sedangkan, pada paragraf B, rangkaian kalimat tersebut hanya menyatakan deskripsi keadaan dan kejadian saja.

3. Pelajari penerbit incaranmu

Sesuaikah penerbit tersebut dengan genre dan gayamu bercerita?

Untuk mengetahui hal ini, cara yang dapat kamu lakukan adalah dengan membaca beberapa buku terbitannya. Kirim naskah ke penerbit yang tidak tepat tentunya menjadikan naskah tersebut kemungkinan besar tidak diterbitkan.

Cara lain untuk mengetahui karakter calon penerbit naskahmu bisa juga dengan menanyakan langsung kepada si penerbit,”Saya memiliki naskah cerita remaja. Apakah dalam waktu dekat penerbit X berencana menerbitkan genre teenlit?”

4. Kirim naskah ke penerbit = kirim CV ke perusahaan

Ketika ingin melamar pekerjaan, sering kali kita mengirim beberapa CV sekaligus ke beberapa perusahaan ‘kan?

Nah, lakukan hal serupa saat kamu kirim naskah ke penerbit.

Memang sih, perlu modal lebih untuk melakukan ini. Tapi, itu bisa membuka peluang lebih besar agar naskahmu segera dilirik penerbit, atau bahkan beberapa penerbit!

Lantas, pilih penerbit yang mana dong akhirnya?

Saran saya, pilih penerbit yang memiliki reputasi baik dan menawarkan kesepakatan kerja sama yang lebih nyaman untuk kamu.

Ingat, penulis adalah pekerja lepas, bukan aset milik penerbit. Buat kesepakatan kontrak dengan penerbit tiap 1 judul cerita atau setara dengan 1 buku saja.

Jadi, seandainya kamu ingin menerbitkan novel “Segitiga Cinta Attiya” di Penerbit X dan menerbitkan buku how-to “10 Langkah Jitu Menulis Novel” di Penerbit Y ya silakan saja. Itu kondisi yang cukup etis, kok 😉

5. Tampilan naskah yang nyaman dibaca

Naskah ceritamu tentunya di-print pada kertas dengan kriteria sesuai persyaratan penerbit tertentu, serta pastikan gunakan font yang nyaman dibaca oleh editor.

Tahu ‘kan bahwa editor adalah barisan pertama yang menilai naskahmu, jangan sampai mereka jadi gemas lantaran font yang kita gunakan bikin mata cepat capek saat membacanya.

Beberapa body-text font yang umum digunakan adalah Times New Roman, ukuran 11, spasi 1,5-2.

Kalau bosan dengan Times New Roman, coba beberapa body-text font gratis ini.

Ada lagi hal-hal yang menurut kamu harus diperhatikan saat kirim naskah ke penerbit selain lima poin di atas?

As always, sharing is caring. Jadi, jangan lupa diskusikan ini pada bagian comment ya 🙂

*) Feature image: urban-eve