Agar 5 Tahun Pertama Perkembangan Anak Jadi Maksimal


Blog Sittakarina - Agar 5 Tahun Pertama Perkembangan Anak Jadi MaksimalLima tahun pertamalah momen krusial perkembangan anak.

Kita tentu sering mendengar istilah golden age anak, yaitu rentetan periode penting tumbuh kembang mereka pada usia 0-5 tahun.

Tak hanya penting, proses-proses perkembangan si kecil yang terjadi pada fase ini sulit untuk diperbaiki lagi jika terlewat.

Pada masa ini, anak mengalami pertumbuhan fisik, pikiran, dan perilaku yang amat signifikan, namun sayangnya sering terabaikan.

Orangtua kerap lebih fokus pada hal-hal sensasional seputar kehidupan si kecil—perayaan ultah bertema lucu maupun playdate heboh yang sifatnya konsumtif—daripada pencapaian-pencapaian bermakna sesuai umurnya.

Saya sendiri pernah menjadi sosok yang doyan sensasi tersebut!

Namanya orangtua, wajar ‘kan jika ingin melihat buah hatinya senang. Demi hal itu, dulu pun saya berusaha mengatur pesta ultah Harsya dan Nara sesempurna dan seseru mungkin.

Padahal setelah direnungkan lagi, mau sederhana pun perayaannya ya mereka tetap happy, asal ayah-ibunya juga begitu. Justru anak-anak yang paling paham konsep “bahagia itu sederhana” 😄

Salah kaprah berikutnya adalah memaksakan kegiatan akademik di usia anak yang masih sangat dini. Mengenalkan konsep berhitung sambil bermain LEGO pada anak usia 5 tahun bisa menjadi pembelajaran yang menyenangkan. Beda halnya dengan memberikan PR matematika penjumlahan secara formal pada usia yang sama. Ini justru membuat anak merasa stres.

Please, jangan lakukan opsi terakhir tersebut, ya.

Perkembangan anak justru dapat terganggu jika kita tidak paham bagaimana cara menerapkan parenting secara positif, juga tepat.

Maka itu, penting untuk benar-benar melihat kebutuhan anak sebelum sekadar memenuhi keinginannya, apalagi ego kita sebagai orangtua.

Baca juga: Manfaat Role Play Bagi Anak-Anak

Karena sukses-tidaknya proses perkembangan anak juga dipengaruhi peran orang sekitar, terutama orangtua, berikut ini hal-hal yang mesti kita lakukan:

Ajak si kecil berbincang dan berdiskusi dengan bahasa wajar

Berbincang dengan hangat dan riang mengasah kemampuan berbahasa dan logika anak, selain mempererat bonding tentunya. Apalagi jika hal ini sering dilakukan. Pastikan kita tidak mengubah suara menjadi cadel dengan maksud dimengerti si kecil, atau bikin terdengar lucu, karena ini justru membuat mereka bingung bahasa. Yang tak kalah penting, sering mengajak ngobrol juga mengurangi risiko anak mengalami terlambat bicara (speech delay).

Get active!

Biasakan anak-anak banyak bergerak, berlari ke sana-sini. Jangan terlalu sering meminta mereka duduk, apalagi dengan memberikan gawai agar diam. Anak yang aktif memiliki perkembangan otak dan tulang yang baik, karena banyak gerak merupakan stimulus utama untuk kedua organ tersebut. Nggak heran jika anak seperti ini memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi!

Biasakan anak dengan jadwal rutin dan keteraturan

Ingin anak tumbuh tanpa kekangan, bukan berarti membiarkannya melakukan sesuatu seenaknya, tanpa aturan. Misalnya, ia masih ingin main, tapi kini sudah pukul 19.00. Sudah waktunya tidur. Bangun keteraturan dengan tidur tepat waktu tiap harinya. Waktu istirahat si kecil tercukupi, ibu pun happy dengan jadwal me time tanpa interupsi.

Empati? Orangtualah teladannya

Semua anak terlahir dengan hati yang baik. Sering kali lingkungan sekitar—orangtua, pengasuh, maupun keluarga yang tinggal bersama—yang tanpa disadari menjadikan si anak bersikap sebaliknya. Anak meniru apa yang dilihatnya. Jika orang-orang di sekitar anak cenderung pemarah, tidak sabaran, dan doyan berbicara seenaknya (tanpa disaring dulu), jangan harap ia akan tumbuh menjadi pribadi yang baik dan penuh empati.

Biarkan ia mengeksplorasi dalam batas aman

Anak memiliki rasa ingin tahu yang besar. Maka itu, mereka sering kali mencoba ini-itu tanpa memperhitungkan keselamatan diri. Ini karena mereka memang belum mampu mengukur risiko dan konsekuensi dari kejadian yang melibatkan dirinya. Namun begitu, terlalu banyak melarang anak bukanlah solusinya karena malah bikin anak jadi pasif dan penakut. Sama halnya, jika orangtua terlalu dominan menyetir preferensi. Sesekali biarkan anak mengambil keputusan sendiri dan belajar dari pengalamannya.

Tegur si kecil sesuai konteks masalah

Saat anak berbuat salah atau sedang mengalami tantrum, jangan marahi terlalu galak, bahkan sampai melebar ke mana-mana dan keluar konteks utama masalah. Tegur dirinya secara singkat, tegas namun lembut. Ingatkan tentang kesalahan yang ia lakukan tanpa menghakimi, apalagi menyudutkannya. Kemarahan orangtua yang menyakitkan dan terus berulang akan menciptakan luka batin dalam diri si kecil. Tak hanya pemulihannya lama, luka tersebut dapat mempengaruhi kesehatan mentalnya di masa mendatang.

Selalu dahulukan kasih-sayang

Pada akhirnya, love wins! Sekesal apa pun kita, sebandel apa pun si kecil, dan separah apa pun hari yang kita jalani, pastikan pintu maaf selalu terbuka. Tidak apa-apa jika kita break down. Yang penting, setelah semua masalah selesai, ayo sayang-sayangan lagi.

Lantas, bagaimana jika ayah dan ibu ngantor?

Hire a good nanny!

Sosok yang akan memberi pengaruh besar terhadap anak adalah mereka yang terus-menerus berada di dekatnya. Tak terkecuali pengasuh, nenek, paman, dan kerabat lainnya.

Oleh karena itu, ajak para support system ini bekerja sama agar proses membesarkan si kecil menjadi lancar dan bermakna.

Karena masa emas perkembangan anak dalam lima tahun pertama akan jadi sia-sia jika kita tidak berusaha mendidiknya sebaik mungkin.

Selain itu, pastikan juga orangtua sebisa mungkin meluangkan waktu berkualitas dengan anaknya, walau mereka capek setelah bekerja.

Saya tahu, ini bukanlah sesuatu yang mudah. It’s actually a painful and messy process.

Sebagai orangtua, di satu sisi kita mesti memberi contoh yang baik, sedangkan pada saat bersamaan kita setengah mati berusaha menenangkan diri lantaran stok sabar sudah menipis.

Namun, jika kita berjuang “to parent better”, hasilnya bakal terlihat di kemudian hari. Si kecil (yang saat itu tak lagi kecil) akan tumbuh menjadi sosok yang cerdas sekaligus berbudi pekerti.

Jadi, demi perkembangan anak yang maksimal dan menyeluruh, orangtua harus konsisten dalam mendidik dan selalu lakukan evaluasi, terutama menyangkut pendekatan parenting yang diterapkannya 😉

 

*) Feature image: Joseph Rosales via Unsplash



Leave a Comment

  • (will not be published)


2 Responses