Cara Efektif Bekerja dari Rumah Sambil Menjaga Anak


blog sittakarina - Cara Efektif Bekerja dari Rumah Sambil Menjaga AnakBekerja dari rumah ternyata nggak semudah impian.

Sejak menikah, sebagian besar pekerjaan saya memang dilakoni dari rumah. Dan tentu saja semua terasa mudah dan lancar ketika saya hanya berdua suami. Ketika suami ke kantor, saya menulis seharian tanpa interupsi dari siapa pun.

Semua berubah saat Harsya lahir.

Menjadi ibu baru nggak hanya bikin saya luar biasa lelah, namun juga syok.

Sering banget syok dengan berbagai hal baru, termasuk bagaimana keluarga besar tidak bosan-bosannya memberikan tips dan nasihat tentang cara mengurus bayi tanpa diminta. Saya tahu, mereka bermaksud baik dan ingin membantu 😅

Di satu sisi, saya merasa amat bahagia dengan kehadiran Harsya.

Di sisi lain, saya kerap kangen dengan jadwal serba teratur sebelum memiliki anak.

Untuk mengimbangi perasaan campur-aduk yang sering kali membuat saya tertekan, saya memutuskan untuk kembali menulis pada H+3 melahirkan.

Walau semangat menulis sudah membara, apa daya tubuh dan waktu tidak bisa sepenuhnya bekerja sama. Karena menyusui ASI, tiap hari saya begadang. Tubuh sering panas-dingin. Jangankan menulis (atau berolahraga), jadwal mandi saja menjadi kacau-balau. Intinya, saya baru menyalakan laptop lagi pada H+7 melahirkan. Itu pun untuk cek e-mail dan lihat agenda kerjaan saja.

Karena ingin mengurus Harsya sendiri tanpa nanny, otomatis hampir tidak mungkin menyisihkan waktu untuk bekerja. Sempat terlintas di pikiran, mungkin ini waktu yang tepat untuk menggunakan jasa pengasuh. Karena, semua teman dan keluarga pun melakukan hal sama dan mereka amat terbantu.

Ketika Harsya memasuki usia ke-3 bulan, baru deh saya bisa lumayan “bernapas”. Ia hanya bangun 3x di malam hari. Jadi, paginya saya nggak terlalu “zombie” untuk memulai hari.

Walau begitu, mengurus bayi (dan anak kecil) sambil bekerja dari rumah bukan perkara simpel apalagi mudah.

Saat mengurus anak, bukan hanya tenaga yang terlibat, namun juga perasaan.

Ketika tenaga, pikiran, dan perasaan habis terkuras, bisa-bisa proses bekerja dari rumah malah kacau dan deadline tidak tercapai.

Baca juga: 10 Things Mom Can Do to Make Days Less Hectic–and Happier!

Tantangan tersulit justru bukan di saat Harsya (maupun adiknya, Nara) masih bayi. Tetapi, ketika keduanya mulai memasuki usia balita 😆 Apalagi saat Harsya berusia 3 tahun dan Nara 1 tahun! Alhamdulillah keduanya luar-biasa aktif, yang berarti saya mesti menyusun strategi baru agar dalam sehari bisa menulis minimal 200 kata.

Apa saja yang saya usahakan saat itu?

1. Tentukan target realistis

Boleh saja kita punya rencana dan target setinggi langit. Tetapi, jika semua itu dikerjakan sambil mengurus anak di rumah, target yang masuk akal akan membuat kita termotivasi untuk menyelesaikan tanpa jadi stres atau mengalami burnout.

2. Sempatkan mandi

Ini mungkin hal remeh banget, ya. Tapi, bagi saya rasa fresh dan bersih setelah mandi membuat saya tak hanya bersemangat kerja, tapi juga “siap tempur” mengurus segala hal, termasuk ketika si kecil mengalami temper tantrum.

3. Set boundaries

Batasan jelas perlu diterapkan saat kita bekerja dari rumah. Cara paling sederhana adalah dengan menutup pintu ketika bekerja di ruangan terpisah dengan anak-anak. Selama 2 jam, biarkan anak bermain dulu bersama nenek maupun pengasuhnya. Saya memiliki privilege ini karena saat melahirkan Harsya, saya masih tinggal bareng ibu.

4. Fleksibel dengan kejadian tak terduga

Setelah menetapkan target realistis, tanamkan dalam hati bahwa kita harus siap dengan “gangguan” dan hal-hal di luar rencana, seperti: sedang asyik mengolah ide, tiba-tiba terdengar jeritan si kecil di luar yang menangis akibat tersandung.

5. Manfaatkan waktu tidur siang si kecil

Ini salah satu momen favorit saya! Jika saya tidak terlalu capek, saya akan memanfaatkan waktu tidur siang Harsya dan Nara untuk mengejar kerjaan lebih banyak dan menulis lebih produktif.

6. Disiplin dengan jadwal anak, terutama jadwal tidur

Saya senang membiasakan Harsya dan Nara untuk jadwal sehari-hari yang teratur. Pastikan juga anak tidur tidak terlalu larut dan pada waktu yang sama di malam hari. Selain untuk mengajarkan mereka house rules, ini juga menguntungkan bagi orang tua yang bekerja di rumah kayak saya untuk menciptakan rutinitas yang predictable. 

7. Dan yang terpenting, singkirkan rasa bersalah

Saat juggling antara keluarga dan pekerjaan, perempuan kerap merasa bersalah karena merasa tidak hadir sepenuhnya untuk si anak. Padahal, kita melakukan semua itu juga untuk diri kita dan, tentunya, anak-anak. Selain untuk mencari nafkah, jika seorang ibu melakukan lebih banyak hal yang ia sukai, tentu hidupnya akan lebih bahagia. Remember, happy mommy = happy family 😀

Kini Harsya sudah 10 tahun dan Nara 8 tahun. Tidak terasa waktu bergulir begitu cepat dan mereka sudah sibuk dengan seabrek kegiatan pilihan mulai dari sepak bola, badminton, sampai robotik.

Sambil memasak dan menemani mereka belajar, kini saya memiliki waktu yang jauh lebih banyak untuk berkutat di depan laptop. Semua memang ada waktunya. Sekarang saya justru kerap kangen dan bernostalgia ke masa-masa menemani mereka main Play-Doh sambil mengembangkan ide cerita. It was super hectic, but precious beyond words.

Pernah memiliki pengalaman bekerja dari rumah seperti saya, atau saat ini kamu sedang menjalani hari-hari heboh itu?

 

*) Feature image: Brina Blum via unsplash.com



Leave a Comment

  • (will not be published)


3 Responses

  1. Boro2 punya anak, calon nya aja belum ada mbak sitta hehe. Semoga bisa tetap produktif dalam berkarya ya mbak sitta, saya mengikuti banyak tulisan artikelnya. suka sekali

    Reply
  2. Aku lagi masa2 riweh mba. Anak cuma satu tapi riweh karna belum bisa bayar pengasuh atau art. Tapi dinikmatin aja yaaa. Dan tetap realistis biar tetap waras.

    Reply