Diaz dan Sisy seromantis ini.
Senang rasanya saat sebuah karya dapat lahir kembali dengan bobot lebih dalam dari sebelumnya.
Setelah berkali-kali baca dan tulis ulang Lukisan Hujan untuk memperbaiki kualitas naskah serta plot besarnya, baru kali ini saya merasa cukup puas dengan hasil akhirnya.
Semua awal, perjalanan, dan akhir dari Lukisan Hujan kini menjadi lebih solid dari sebelumnya—sesuai yang seharusnya!
Karena berita baik nggak boleh disimpan sendiri, maka itu saya akan kembali membagi cuplikan momen baru pasangan favorit kita dalam Lukisan Hujan di sini:
“Halo, Si.” Seorang laki-laki, terlihat sepantaran Sisy, keluar dari sedan mengkilap itu dengan gaya arogan. “Clubbing hari ini? Udah janji, lho.”
“Kok mendadak?” Sisy terlihat cemberut. “Kenapa nggak bilang dulu kalau udah punya rencana?”
“Ya terserah gue.” Tedy menampik, terus maju, tanpa mempedulikan kehadiran Diaz. “Dan elo udah janji, Si.”
“Masih sore clubbing. Mau nyapu di sana?”
Baik Sisy maupun Tedy melirik ke arah suara baru yang bergabung itu. Berbeda dari isi ucapannya yang sinis setengah mati, suara tersebut terdengar tenang serta tanpa tenaga.
“Diaz…” Sisy menoleh ke laki-laki yang tengah melipat tangan di dada dengan sorot mata seolah mampu menebas apapun di depannya. “It’s okay—“
“Bisa nanya dengan sopan ‘kan?” kali ini suara Diaz ditujukan pada Tedy.
Awalnya Tedy hanya diam, mengamati Diaz dari ujung rambut sampai ujung sepatu Converse-nya, namun suara itu akhirnya keluar juga. “Bukan urusan elo.”
“Kayaknya sekarang jadi urusan gue.” ****
Diaz is being sooo protective! Ain’t he sweet?!
Lalu, ada lagi yang ini…
“Sori, Nez. Gue lagi sibuk.” Diaz menyulut sebatang rokok dengan gaya tak acuh. Ia menoleh sebentar ke samping, ke wajah Sisy yang langsung berhenti mendongak ke arahnya. “Ada baret di pipi kananmu.”
“Oh, ini…” cepat-cepat Sisy menyentuh bekas luka yang Diaz maksud dengan sedikit gugup. Hebat sekali mata cowok ini mampu menangkap luka ukuran mikro yang sesungguhnya tampak samar pada kulit putih Sisy.
“Tedy nggak balik ke Indo lagi ‘kan?” nada Diaz terdengar jelas menyelidik.
Sisy langsung menangkap maksudnya hingga spontan tertawa kecil. “Nggak. Ini pas latihan Basket di sekolah.”
“Oh.”
Inez mengerang seolah gemas. “Kalian ini bicaranya benar-benar cuma bisa dimengerti sama kalian berdua aja deh. Yakin cuma abang-adik?”
“Yakin.” Sisy menjawab lebih dulu dan Diaz impuls menoleh pelan ke arahnya, terpaku mendengar itu.
Sudah siap dengan adegan-adegan baru lainnya di Lukisan Hujan?
Make sure you get the book before it sells out!
Beli novel Lukisan Hujan di toko-toko berikut:
*) Feature image via tempodadelicadeza
kaka, jadi buku buku kelanjutan Lukisan Hujan mau di revisi semua? aku udah baca yang Lukisan Hujan tapi langsung gemes banget karena ga ada kelanjutannya..
Cucok dah buku sitta karina ini… gemes! pengen punya semua
0_0 kak ini akhir taun ._.
Cant wait…. Selalu suka cerita Diaz & Sisy..
tak sabar untuk nguber2 diaz dan sisy
Kak Sitta, aku udah baca Lukisan Hujan kayaknya sejak SMP kelas 2.. dan sekarang udah lulus kuliah.. :’) gak sabar dan excited banget nunggu edisi revisi nya Lukisan Hujan. Ditunggu ya kak 🙂
Mauuuu! Pertama baca lukisan hujan tahun 2005. Ditunggu ya kakaaak.
Mau kaaaaaak. Please sekalian restock semua novel ttg hanafiah dong. Pleaseeer
MAUUUU. ((:
uaaaaaaaa….mau mau mauuu..ga sabar banget!!!! >.<
can’t wait!
Aku udah cari-cari Lukisan Hujan di mana-mana slama 2 tahun terakhir tapi keselnya itu selalu dibilang kosong stoknya
pengen banget bisa dapat buku Lukisan Hujan biar bisa dibaca berulang-ulang!
Cant wait bgt nih kak. Edisi revisinya.
Aduh, akhir taun ya rilisnya kak? Ga sabar pengen baca edisi revisinya :3