Jangan sampai kehilangan jati dirimu.
Cukup familier dengan istilah peer pressure?
Secara umum artinya kira-kira tekanan yang dirasa seseorang dari kelompok pertemanannya.
Peer pressure terjadi ketika seseorang atau sekelompok, secara langsung maupun tidak langsung, memaksa kita untuk bersikap sesuai dengan keinginan mereka.
Kalau tidak mau, biasanya kita akan dijauhi atau bahkan di-bully.
Peer pressure umum terjadi dalam pergaulan yang salah satu atau beberapa anggotanya memiliki sifat dominan.
Hampir semua orang pernah mengalami peer pressure, tak terkecuali saya sendiri.
Menariknya, kondisi ini nggak hanya terjadi pada usia remaja saja, tetapi saat memasuki usia dewasa.
Bahkan, fenomena peer pressure ini pernah saya saksikan di usia semuda 6 tahun. Yaitu, saat seorang anak perempuan harus mengenakan baju dengan brand tertentu demi diterima di lingkungan pergaulan tertentu.
Sebut saja namanya “geng Justice”.
Padahal, tidak semua orangtua dapat dengan mudahnya membeli baju dengan merk Justice. Mereka tentu kewalahan memenuhi permintaan putrinya yang mendapat tekanan seperti itu.
Apa saja contoh peer pressure lainnya?
Pada usia kanak-kanak
Tia: Vi, ayo dong besok pakai sepatu pink juga.
Mima: Iya, Vira.. ‘kan pink bagus. Kita semua mau pakai pink, lho.
Vira: Tapi aku kan nggak suka warna pink. Aku sukanya biru.
Chika: Kalau begitu, kita bukan temenan dong namanya.
Tia: Iya soalnya kamu nggak mau sama kayak kita.
Baca juga: Kalau Benar-Benar Suka, Ini yang Akan Dia Lakukan
Pada usia remaja
Aga: Man, minggu lalu kan udah naik mobil bokapnya Ale. Malam minggu nanti ke pestanya Diva pake Jeep bokap lu, ya?
Lukman: Aduh gue nggak yakin bisa, deh. Itu kan barang antik kesayangan Bokap. Lagipula gue belon ada SIM. Mana boleh nembak sama Bokap.
Ale: KTP nggak ada, SIM nggak ada. Sama sekali nggak punya fake IDs… asli, nggak asyik lu!
Lukman: Tapi bentar lagi ‘kan gue juga punya. Ultah tinggal dua bulan lagi.
Aga: Hahaha… tapi miris ‘kan, Man, tiap kita clubbing, lu nggak pernah bisa ikut? Pantesan dikatain alim sama Tasya.
Ale: Huh, males banget gue maen sama anak alim, jek!
Pada usia dewasa
Lucia: Bisa nggak sih meeting sama kliennya diundur aja? Tim kita mendadak lagi sibuk begini. Males deh gue!
Aryo: Setuju banget. Bilang aja presentasinya belon siap.
Danya: Eh, tapi nggak enak lho.. minggu lalu kita ‘kan sudah minta undur. Masa’ bilang belon siap lagi? Kalau kita kebut sekarang, sejam lagi bisa selesai dan meeting nggak perlu diundur.
Lucia: Capek di kita dong, Nya. Ngapain sih lo sok dedikasi gitu? Kerja sekeras apa pun toh gaji nggak akan naek kalo di sini.
Danya: Capek sih capek. ‘Kan emang ada hal di luar dugaan yang terjadi…
Aryo: Mulai deh Danya sok moralis. Nggak heran deh jadi kesayangannya big boss.
Cilla: Apa, Yo? Pasti Danya lagi-lagi mau berbuat apa aja buat si klien ya? Ayo dong, Nya, sekali-sekali bela temen lo sendiri kek!
Baca juga: Pentingnya Mencari Teman Baru—dan Cara Memulainya
Saat kita masih berusia 5 tahun, tekanan dari teman terasa seperti kekuatan yang tak mungkin kita lawan.
Sering kali kita akhirnya hanya diam dan mengalah, mengabulkan apa pun keinginan mereka demi diterima.
Seiring bertambahnya umur, kita semakin sadar bahwa kita berdaya menghadapi kondisi peer pressure dengan lebih bijak, namun tidak frontal.
Nah, bagaimana cara menghadapi peer pressure tanpa memprovokasi “Perang Dunia ke-3”?
1. Dorongan dari dalam diri
Yakinkan dalam hati bahwa yang mendasari perbuatan kita adalah pertimbangan akal dan hati nurani sendiri, bukannnya ucapan orang lain.
2. Tetap tenang
Usahakan tetap kalem dan jaga pikiran tetap jernih saat diri ditekan kanan-kiri. Dengarkan ocehan—harapan dan keinginan—mereka. Cukup dengarkan, tidak perlu paksa diri untuk memenuhinya.
3. Punya prinsip
Setelah semua selesai mengoceh, kemukakan alasan dan pilihan yang akan kita ambil dengan singkat, tenang, dan tegas, walau pendapat kita berseberangan dengan mereka.
4. Amati hasilnya
Lihat sikap teman beberapa hari kemudian: apakah mereka masih mau berteman dengan kita atau tidak. Kalau masih, go ahead.. anggap apa yang sudah terjadi sebagai kerikil kecil dalam pertemanan. Kalau tidak mau, berarti kalian memang tidak cocok bersama.
Ingat, teman yang baik adalah ia yang mau menghargai perbedaan.
Ketika sebuah lingkungan lama-lama membuat kita tertekan dan tidak nyaman, kita memiliki pilihan untuk tetap berada di sana dan beradaptasi, atau pergi.
Tiap pilihan pasti ada konsekuensinya.
So, make sure you know each of them.
Apa peer pressure paling menyebalkan yang pernah terjadi dan bagaimana kalian menyikapinya?
*) Featured image via Rosie Hardy
Pas banget yang lagi kuhadapin skrg mbak, tapi kalau sama orang yang baru dikenal gimana ya? Apalagi senior aku suka ga enak nolaknya
Selalu suka baca blog mba sita! Ada aja topik yang dibahas. Biasanya kl gini aku kasi alasan kenapa/ coba mencari bahasan yang lain/ kadang juga ga ditanggepin hehe
Iya , sering alami kaya gitu.
Biasanya ku pura pura lupa/ nggak denger klo terjdi kaya gitu
Reza – Good. Tetap baca situasi dan merespons seperlunya ya 😉
Waktu pengen me time, istirahat karena capek bgt, dipaksa ikut main sama temen2, Kak. Sampe disamperin ke rumah.
Qiny – Tetap bilang “tidak” kan? Sering kali kita yang mesti buat batasan tsb.
Deadline, mba. Setiap saat. Apalagi saat breaking news. Tekanan banget
Rach Alida – Wah, harus dikelola ya agar nggak jadi stres berkepanjangan. Efeknya nggak baik buat tubuh 🙂