Cara Memperbaiki Diri Dimulai dari 3 Langkah Sederhana Ini


Tidak ada kata terlambat untuk ini.

Dalam menapaki kehidupan, adakalanya kita lupa, atau bahkan belum tahu, tujuan apa yang ingin kita capai.

Atau, bisa juga masa pencarian jati diri kita penuh dengan proses berliku.

Akibatnya, pada periode kehidupan tertentu kita malah keluar dari rel, dari jalur yang selama ini sudah benar dan bingung bagaimana cara kembali lagi.

Patah hati, membina pertemanan dengan kelompok yang salah, sampai quarter life crisis merupakan sedikit contoh dari periode yang membuat hari-hari jadi kelam tersebut.

Ingin keluar, namun tidak bisa. Hati tidak cukup berani, separuh diri masih enggan meninggalkan yang sudah ada, dan alasan yang paling kuat menahan kita adalah suara dari dalam diri yang membisikkan,”Buat apa berubah? Buat apa jadi lebih baik lagi? Nggak ada yang peduli, kok. Daripada capek-capek melawan, lebih baik ikuti saja ke mana semua membawa. Biarkan mengalir.”

Intinya, akan ada banyak suara yang memberikan alasan-alasan ke kita agar tidak belajar dari kesalahan.

Ini yang membuat seseorang kesulitan menjalankan cara-cara memperbaiki diri yang sebelumnya sudah ia niatkan dalam hati.

 

Duma dan toxic relationship-nya

Duma mengalami fase pahit seperti ini saat masih kuliah.

Wanita yang dua tahun lalu baru menikah dan dikaruniai seorang anak laki-laki itu pernah memiliki hubungan toxic dengan pacar yang suka memukul, Zavi.

Berbeda dengan anjuran teman-teman dekatnya, ia malah tak ingin meyudahi hubungannya dengan Zavi walau bekas tamparan cowok ini masih membekas di pipi.

Baca juga: Jangan Tunda Lakukan Self-Care untuk Dirimu

Pikirnya, ia yakin kesabaran dan kasih-sayang pada akhirnya akan membuka mata Zavi. Sampai suatu malam, Duma jatuh pingsan dipukul dengan tongkat baseball dan ditemukan Raline sang sahabat yang kebetulan mampir ke kos-kosan.

Ucapan panik Raline seketika membangunkan kesadaran Duma,”Bagaimana kalau elo keburu mati sebelum Zavi sadar, Ma?!”

Sejak saat itu Duma tak pernah lagi melihat ke belakang.

 

Gi dan keseruan barunya

Gi juga pernah terperosok ke titik terendah dalam hidupnya. Bermula dari pekerjaannya di bidang IT yang membuatnya jadi kayak kalong—semalaman harus melek demi stand by dengan panggilan klien—ia jadi kenal meth (metamfetamina) alias sabu-sabu.

Tentunya Gi bukan satu-satunya yang begitu di lingkungan kerja. Semua teman barunya di situ adalah pemakai setia.

Aktivitas Gi ketahuan saat Sirrin kekasihnya mampir tiba-tiba di kantor bareng ibunda Gi juga untuk memberi kejutan di hari ulang tahunnya.

Walau kini hari-harinya dihabiskan di rehab, Gi belum merasakan sepenuhnya sembuh. Ia malah merasa kalbunya kosong.

Saat Ustad Hamzah sang guru mengaji yang suaranya terkenal teduh menjenguk, Gi pun menangis seserunggukan.

Gi tak tahu bagaimana bisa sampai “belok” sejauh ini.

Gi ingin memperbaiki diri, tapi tidak mau mulai dari mana. Tidak tahu bagaimana caranya. Satu yang masih membekas di hati: menjadi lebih baik menurut Islam adalah sebuah keniscayaan. Ia yakin, begitu juga yang diajarkan semua agama.

Tertatih-tatih, Gi mengumpulkan kembali serpihan dirinya yang hancur berserakan.

 

Bisakah diri yang telah hancur diperbaiki lagi?

Saat kita berada di bawah seperti Gi dan Duma, cara memperbaiki diri dari kesalahan—apa pun bentuknya—terasa mustahil dilakukan. Hal itu terjadi karena kita terlalu jauh membayangkan langkah dan usaha yang mesti dilakukan. Padahal, ini bisa dimulai dengan baby steps versi kita masing-masing.

Jadi, bagaimana cara memperbaiki diri agar lebih baik setelah kemelut berlalu?

1. Menyadari kesalahan

Refleksi atau introspeksi diri adalah sesuatu yang wajib kita lakukan atas segala kejadian yang menimpa kita, terutama jika kejadian tersebut tidak enak. Refleksi berbeda dengan sikap menyalahkan diri. Dengan melakukan refleksi, kita mengamati kejadian dengan lebih obyektif dan dapat menarik hikmahnya. Refleksi membuat kita sadar bahwa ada sesuatu yang ke depannya mesti diperbaiki, bukan cuma menyalahkan pihak lain atas musibah tersebut.

2. Bulatkan tekad untuk berubah

Setelah kita menyadari kesalahan, cara memperbaiki diri berikutnya adalah dengan kuatkan niat untuk melakukan perubahan tersebut. Sering kali perbaikan dan perubahan yang mesti kita lakukan memiliki konsekuensi yang tidak mudah. Duma sempat maju-mundur saat memutuskan untuk meninggalkan Zavi walau badan sudah babak-belur. Namun, berkat dukungan keluarga dan sahabatnya, ia pun semakin mantap melakukan tindakan berani itu.

3. Tinggalkan kebiasaan buruk

Setelah sadar dan memiliki tekad kuat, jangan lihat ke belakang lagi. Keep moving forward.  Tinggalkan segala kebiasaan dan lingkungan yang membuat kita terjerumus ke dalam situasi kelam tersebut. Jika kita takut untuk melangkah ke depan, ingatlah bahwa bertahan pun tidak akan menjadikan hidup kita lebih baik—we got no life back then!

Ada yang mengatakan bahwa memperbaiki diri itu sama dengan memperbaiki jodoh.

Dan Duma setuju banget akan hal itu!

Sekarang ia mampu bersikap kritis dan tak lagi lemah berkata tidak. Perubahan sikap ini mengantar Duma pada suaminya sekarang, sosok yang menghargai dirinya  jauh lebih baik daripada Zavi.

Baik Duma maupun Gi mengira badai yang menerpa mereka merupakan akhir dari segalanya. Kini mereka tahu bahwa tak ada kata terlambat untuk membangun kembali setelah badai berlalu.

Seperti salah satu quotes favorit saya dari Will Ferrell: no matter how much you screw up your life, you can fix it.

 

*) Feature image: Madewell



Leave a Comment

  • (will not be published)


2 Responses