Cara Menjadi Penulis Best-Seller Mulai dari Nol


Blog Sitta Karina - Cara Menjadi Penulis Best-SellerKuncinya: jangan berhenti menulis.

Saya ingat masa itu—usia 7 tahun dan selalu menyempatkan diri membaca buku demi menunggu waktu bermain di sore hari.

Ketika saya masih kecil, kegiatan membaca bukanlah sekadar pengisi waktu luang, melainkan sesuatu yang selalu saya tunggu-tunggu: “Cerita seru apa lagi yang akan saya jumpai hari ini?”.

Berangkat dari kecintaan pada membaca, pada usia ke-8 saya mulai menyusun cerita pendek sendiri.

Cerita tersebut ditulis tangan seadanya, lalu saya minta tolong Ibu untuk fotokopi, dijilid dan dibagikan gratis ke teman-teman sekolah dan kompleks.

Tertarik membaca cerita berikutnya? Kali ini mereka harus membayar Rp 50,- 😀

Di tengah kesibukan sekolah, saya selalu menyempatkan menulis cerita.

Kadang kisah tersebut rampung ditulis, kadang tidak selesai karena ide tidak cukup kuat untuk dikembangkan.

Atau, saya tidak memiliki waktu luang lebih banyak di antara kegiatan mengaji, berenang, dan Tae Kwon Do.

Meniti Karier Jadi Penulis Profesional

Belasan tahun kemudian, cerita Lukisan Hujan dibukukan setelah beberapa kali ditolak penerbit besar dan sampai kini sudah dicetak ulang sampai puluhan ribu kali.

Tak pernah terbayang oleh saya ketika berusia 8 tahun, bahwa mimpi tersebut akan menjadi kenyataan!

Baca juga: Memulai Bab Pertama dalam Novel Tanpa Pusing

Apalagi, selama ini saya tidak pernah mengenyam pendidikan sastra maupun jurnalistik, juga tidak telaten mengikuti cara-cara menjadi penulis terkenal maupun “best-seller”.

Yang saya lakukan hanyalah terus menulis dengan penuh semangat—sesuatu yang sewajarnya dilakukan oleh penulis.

Karena ingin mengasah keterampilan menulis, saya pun mulai rutin membaca kiat-kiat menyusun cerita di Writer’s Digest dan membuat perencanaan setelah buku pertama terbit.

Dulu menulis sekenanya, pas ada waktu luang, sekarang menyisakan sejam tiap harinya untuk menuangkan ide di depan laptop.

Setelah buku kedua dan ketiga dirilis, saya mulai memberanikan diri menawarkan cerpen ke majalah remaja, sesuai dengan genre cerita saya selama ini.

Saat itu cerpen ditolak Majalah Seventeen, namun diterima Gogirl! dan CosmoGIRL!. Bahkan, saya menjadi kontributor tetap di CosmoGIRL! selama 3 tahun berturut-turut.

Seperti profesi lainnya, cara menjadi penulis pun tidak bisa instan. Dulu penulis amatir rajin memfotokopi karyanya dan dibagikan ke teman-teman, sekarang mereka menayangkan karyanya di aplikasi Wattpad.

Banyak lho penulis-penulis baru di Wattpad yang karyanya sudah dijadikan buku, bahkan diangkat menjadi film!

Cara Menjadi Penulis Best-Seller

Ada penulis yang bisa menerbitkan karyanya dan langsung menjadi buku laris.

Sebagian lainnya harus berjuang melewati proses berliku yang cukup panjang, mulai dari ditolak penerbit berulang kali sampai penjualan buku di pasaran jauh di bawah target.

Nah, agar impianmu tercapai, ini dia cara menjadi penulis best-seller yang menjadi jawaban saya ketika ditanya penulis pemula:

Disiplin menulis

Luangkan waktu untuk menulis, bukan menunggu tersedianya  waktu luang, lalu baru menulis. Frekuensi menulis berbanding lurus dengan keterampilan kita merangkai kisah dan kata.

Blog Sitta Karina - Cara Menjadi Penulis Best-SellerFoto: @lizadjaprie

Susun jadwal dan perencanaan

Kapan tenggat waktu cerita yang sedang disusun? Berapa target menulis kita dalam sehari atau seminggu? Kapan saja waktu menulisnya? Pastikan kita sudah membuat jadwal menulis yang jelas, terutama jika kita sibuk menjalani aktivitas lain.

Baca juga: Kumpulan Novel Romantis dari Berbagai Genre

Write drunk, edit sober

Maksud ini tak lain menulislah secara “lepas”, tanpa sensor, dan penuh penghayatan. Selalu ada waktu untuk memperbaikinya setelah tulisan selesai. Jika terlalu banyak aturan, sering kali kita malah jadi kagok dan tulisan pun tak kunjung rampung.

Rajin membaca

Seorang penulis yang tetap meluangkan waktu untuk membaca, terutama bacaan sesuai genre cerita yang ditulisnya, akan lebih cakap bercerita dan mengolah rasa serta lihai dalam menggunakan diksi.

Minta kritik dan pendapat

Kritik dan masukan dari pembaca bisa menjadi pembelajaran demi menjadikan kita penulis yang lebih baik lagi. Namun, tetap batasi diri untuk mendengar cacian yang tak ada manfaatnya. Ingat, seorang penulis tidak bisa menyenangkan semua pembacanya.

Revisi sampai mengkilap

Tulis draf pertama, lalu buat dua puluh revisi. Istilah ini menunjukkan editing tak kalah penting dari proses menulis cerita itu sendiri. Untuk mendapatkan cerita yang bagus kerap dibutuhkan proses revisi yang panjang.

Kirim ke beberapa penerbit

Ketika naskah cerita sudah selesai disusun, coba kirim ke beberapa penerbit. Ini sama halnya dengan mengirim lamaran kerja. Setelah itu, penulis tinggal memilih penerbit yang sesuai preferensinya serta yang menawarkan skema kerja sama paling OK.

Belajar dari karya lain

Coba lihat dan pelajari karya-karya lain, terutama yang genre-nya sama dengan kita. Apa kelebihan karya tersebut sehingga menjadikannya istimewa? Bisakah kita menerapkan pendekatan yang sama pada cerita kita? Jangan sungkan untuk bereksplorasi, namun tetap pertahankan ciri khas diri.

Amati apa yang disukai pasar

Apa yang selama ini jadi tren di kalangan pembaca? Apakah sesuai dengan apa yang kita tulis? Jika tidak, apakah kita bersedia “mengawinkan” idealisme dengan tren yang sedang berlangsung? Semua tentu kembali pada preferensi masing-masing penulis.

Kesuksesan dan masa pencapaian itu dari tiap penulis tentu berbeda satu sama lain.

Oleh karena itu, daripada sewot melihat keberhasilan penulis lain yang karyanya selalu ada di rak buku laris, lebih baik salurkan energi kita untuk terus mengembangkan diri.

Yakinlah, pada akhirnya kesuksesan adalah milik mereka yang bekerja keras 😉

*) Feature image via Camille Styles



Leave a Comment

  • (will not be published)


2 Responses

  1. Khoirul

    Hallo, kak … aku sering ngikutin blongnya kak sitta. Hehe, terima kasih buat ilmu2nya selama ini.

    Aku mau tanya, dong. Yang dimaksud kirim ke bbeerapa penerbit itu dalam sekali waktu atau (misal) nunggu ditolak sma penerbit yg satunya. Soalnya aku pernah dengar nggak baik juga nawarin naskah ke pnerbit A, eh ke pnerbit B, C, dan strusnya jg iya.

    Hihi, terima kasih sebelumnya.

    Reply