Skill yang bisa diasah sejak dini.
Dulu saya sering berandai-andai, bagaimana ya agar saat besar nanti Harsya dan Nara bisa menjadi anak kreatif?
Kreatif, dalam hal ini, bukannya doyan mengerjakan aktivitas yang berhubungan dengan art & craft, seperti makna yang dipahami kebanyakan orang. Melainkan, anak mampu berkreasi dengan segenap hasil olah pikiran dan daya cipta demi memecahkan masalah yang dihadapinya.
Anak kreatif tentunya tidak mudah menyerah ketika menjumpai kesulitan. Ia akan berusaha memikirkan secara bertahap dan mencari jalan keluarnya. Ketika satu jalan keluar tidak berhasil, ia akan mencoba cara lain sampai akhirnya berhasil.
Kreativitas dapat dibentuk
Sebagian orangtua menganggap kreativitas merupakan skill turunan.
Saya pribadi meyakini anak kreatif sebagai hasil tempaan.
Masalahnya, tempaan seperti apa yang membuat seorang anak menjadi kreatif?
Apakah dengan membelikannya segudang mainan berlabel edukatif?
Mengikutkan si kecil ke kelas-kelas yang mengasah kreativitas seperti LEGO dan robotik?
Atau, mengajarkan anak membaca dan berhitung sejak usia kelompok bermain (playgroup)?
Tidak ada satu cara yang bisa diterapkan begitu saja ke semua anak, mengingat karakter dan talenta tiap anak berbeda.
Oleh karena itu, pendekatan dalam menumbuhkan kreativitas tiap anak pastinya berbeda walau tujuan akhirnya sama.
Nggak bisa ‘kan anak yang doyan bergerak ke sana-sini disuruh duduk diam membuat prakarya yang baginya terasa membosankan.
Atau, anak yang suka membaca buku dan menyusun balok LEGO diminta melompat dan berlari melewati rintangan demi rintangan aktivitas outbond.
Tak hanya pendekatan yang tidak tepat menumpulkan minat dan kreativitas, hal itu juga dapat membuat anak stres atau malah sebaliknya, bosan.
Ketika ini terjadi, anak pun menjadi tidak bersemangat ketika diberi tantangan. Bahkan, ia cenderung tidak tertarik mencoba hal baru.
Baca juga: Agar 5 Tahun Pertama Perkembangan Anak Jadi Maksimal
Tantangan ini saya rasakan pada masa awal Nara masuk TK B. Nara mau mencoba semua kegiatan yang ada, namun terlihat kurang bersemangat ketika mengikuti sudut Language. Akhirnya ia lebih sering nongkrong di kelas Math. Padahal, di sekolah jenis Montessori seperti TK Nara tersebut, anak-anak diperbolehkan memilih kegiatan dan station sesuai yang diinginkan.
Setelah saya dan guru melakukan observasi selama beberapa hari, ternyata ia merasa aktivitas Bahasa kurang menantang. Padahal, mempelajari bahasa bukanlah sesuatu yang mudah. Akhirnya, guru pun berusaha mengemas sudut Language menjadi lebih dinamis lagi (padahal, sebelumnya juga udah seru!) dengan lebih banyak bernyanyi dan main tebak-tebakan. Merasa tertantang, Nara pun jadi tertarik untuk berpartisipasi di kelas Bahasa.
Tumbuhkan kreativitas dalam diri anak
Agar anak menjadi kreatif, orangtua perlu mengkondisikan lingkungan sekitar si anak yang mendukung tumbuhnya keterampilan tersebut sesuai dengan karakter tiap anak. Cara-cara yang bisa diupayakan sebenarnya sederhana, kok. Asal kita cukup sabar dan konsisten membiasakannya.
Nah, apa saja yang bisa orangtua lakukan untuk menumbuhkan kreativitas dalam diri anak?
1. Biarkan ia mencoba dulu
Jangan buru-buru menawarkan bantuan saat anak menghadapi kesulitan. Biarkan ia mencoba lagi dan lagi untuk memecahkan masalah dan mengasah logikanya. Jangan terlalu banyak melarang maupun membatasi ruang geraknya. Tentu saja ini tidak berlaku jika masalah yang dihadapi anak adalah sesuatu yang mengancam keselamatannya.
2. Ada pembelajaran saat bermain
Banyak orangtua menganggap enteng sesi bermain anak. Padahal, justru saat bermainlah anak belajar banyak hal baru. Misalnya: ketika menyusun balok membentuk menara tinggi dan jatuh, Harsya kecil dulu belajar bahwa balok berukuran lebih besar mesti diletakkan di bagian bawah. Contoh pembelajaran berharga lainnya adalah saat ia bermain bareng teman-teman dan mereka berargumen. Pada momen itu anak belajar bahwa ada pendapat berbeda di luar sana dan ia harus berdiskusi agar semua lancar.
3. Membaca bersama dan berdiskusi
Rutin membaca bikin si kecil memahami urutan cerita. Kegiatan ini menjadi lebih powerful ketika sesekali kita bertanya pada anak di tengah cerita serta mengajaknya berdiskusi tentang cerita tersebut. Kegiatan membaca yang interaktif seperti ini akan mengasah logika sejak usia dini sehingga ia jadi lebih kreatif saat memecahkan masalah.
4. Aktif berdialog
Jangan mentang-mentang berhadapan dengan anak kecil, kita hanya berbicara alakadarnya. Rangsang dan latih kemampuan berbahasa anak dengan mengajaknya berdiskusi hal-hal umum sampai personal (kenapa banyak semut di dapur, kenapa kita mesti latihan renang, buku terakhir yang dibaca, sampai mainan kesukaan). Tak hanya logika si kecil kian terasah, perbendaharaan katanya pun bertambah!
Jika anak biasa ditempa seperti itu, dalam waktu 3-10 tahun ke depan kita akan melihat hasil positifnya.
Dalam contoh yang sederhana, kreativitas anak berusia 6 tahun muncul saat halaman buku ceritanya sobek dan ia langsung mencari selotip untuk menyambungnya. Walau pekerjaannya belum serapi orang dewasa, ia cepat tanggap untuk segera menyelesaikan masalahnya agar dapat melanjutkan kegiatan membaca.
Sudah mulai membiasakan apa saja agar anak kreatif dan tidak mudah menyerah ketika menemui kesulitan?
*) Feature image: Caleb Woods via unsplash.com
One Response