Begitu banyak kerjaan, tapi sedikit waktu yang tersedia.
Begitu terus tiap hari, 24 jam dalam seminggu. Pekerjaan tidak selesai pada waktunya. Kalaupun selesai, kualitasnya tidak akan optimal. Intinya, kita semakin kesulitan memegang kendali atas kehidupan sendiri.
Cempaka sedang merasakan ini.
Mama bilang, ia sedang kewalahan.
Apa yang Cempaka alami mengingatkan Mama akan masa mencicipi hiruk-pikuk dunia kerja pertama kalinya.
“Nggak ada habisnya gitu, Ma. Kerjaan ngalir terus dari pagi sampai malam. Seminggu ini aku cuma tidur tiga jam,” tutur Cempaka dalam obrolan via video call.
“Mama ngerti, Nak. Jaman Rasanya dulu aja Mama udah kebakaran. Apalagi di jaman kamu yang serba cepat, serba online begini.”
“Mama pernah nggak merasa begini? Dulu ‘kan Mama kerja sambil ngurus aku dan Naren. Sekarang baru deh Naren yang kelabakan bagi waktu kerja setelah menjadi ayah.”
Cempaka teringat betapa ribetnya Naren, kakak laki-lakinya, ketika putra pertama mereka lahir. Apalagi Nindya istri Naren juga kerja kantoran, walau pulangnya selalu tepat pukul lima.
“Tentunya pernah. Apalagi jaman dulu ‘kan nggak ada HP. Kalau janjian di suatu tempat buat rapat, ya mesti tepat waktu.”
“Terus, gimana ya, agar tidak kewalahan terus-menerus? Pengennya sih bisa produktif dan nggak berharap-harap satu hari itu jadi 25 jam!”
Cempaka di Jakarta dan Mama di Jogja.
Obrolan seminggu tiga kali dan momen saling tatap lewat layar ponsel ini tetap lestari di tengah kesibukannya meniti karier.
Baca juga: Burnout? Mungkin Kita Mengalami Ini (dan Bagaimana Cara Mengatasinya)
Ia paham bidang pekerjaan yang baru digelutinya. Namun, sampai kini dirinya masih kesulitan mengatur waktu. Orang-orang di sekitarnya terlihat selalu “gercep” alias gerak cepat—dan ia merasa ketinggalan. Lelah rasanya berusaha menyamakan kecepatan mereka.
Cempaka berusaha menganalisa keadaan dan melihat ke dalam dirinya; apa yang bisa ia lakukan agar tidak kewalahan seperti ini terus-menerus.
Setelah bulan-bulan melelahkan itu terlewati, akhirnya Cempaka mampu menyimpulkan beberapa hal penting yang perlu ia biasakan agar tidak kewalahan lagi saat dibombardir kerjaan:
1. Latih sikap efektif
Simpelnya, praktekin tujuh poin yang dibahas Stephen Covey dalam buku fenomenalnya, The 7 Habits of Highly Effective People. Sikap efektif menurut Covey tersebut mencakup bagaimana kita berkomunikasi (mendengar dan berbicara), serta menentukan skala prioritas. Tak hanya dalam pekerjaan, tentunya ini oke banget diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Cari sisi positif dalam situasi stres
Dalam situasi penuh tekanan, coba renungkan sejenak hal positif yang mungkin luput dari pengamatan. Misalnya, saat Cempaka mendadak harus mengikuti rapat untuk menggantikan rekan yang sakit, ia mendadak mules menyadari si klien terkenal galak. Cempaka tahu, semakin keras ia menentang keadaan, sakit yang ia rasakan pun kian menjadi-jadi, sedangkan keadaan tidak menjadi lebih baik. Akhirnya, Cempaka berusaha melihat ini sebagai kesempatan melatih keterampilan berkomunikasinya. Pesan sampai, klien pun tetap adem.
3. Belajar berkata tidak
Agar tidak kewalahan, berkata tidak kadang diperlukan dalam situasi tertentu. Adakalanya ini perlu dilakukan setelah upaya menghindar secara sopan ternyata tidak mempan.
Berkata “tidak” bukanlah refleksi sikap apatis, apalagi permusuhan.
Ini berarti kita memberi batasan berdasarkan kesanggupan diri. Tentunya, berkata tidak perlu disampaikan dengan tegas serta adab yang baik. Bedakan tegas dengan galak, ya.
4. Pastikan kamu tidak sendiri
Dukungan dari orang sekitar atau support system amat penting untuk kesehatan jiwa. Adanya teman berbagi, sosok yang berkenan mendengarkan, serta tempat bersandar yang kuat membuat beban yang dipikul diri terasa lebih ringan. Sosok ini tidak mesti selalu ada di sebelahmu. Yang penting, di dalam hati, kamu tahu bahwa dirimu tidak sendiri melangkah. Kayak Cempaka yang selalu memiliki mamanya.
Seperti Cempaka, adakalanya kita setengah mati menjaga agar karier dan kehidupan pribadi tetap seimbang. Kewalahan, bahkan stres, menjadi hal yang tak mungkin dihindari.
Namun, satu-satunya cara untuk keluar dari masalah ini adalah dengan menghadapinya dan itu bisa menjadi proses yang menguras tenaga, juga emosi.
Jadi, jangan lupa untuk apresiasi diri setelah semua teratasi.
*) Feature image: Brett & Jessica
Mantap. Izin save foto nya yang 7 step itukak
Semangat berkarya Kak, semoga aku bisa kayak kakak😁
Aamiin! Semangat melatih skill menulis juga ya 🙂