Jangan tunggu sampai jiwa luluh lantak.
Sausan selalu ingat tanggal 10 Oktober sebagai Hari Kesehatan Mental Sedunia.
Hari yang tak hanya membuka matanya, namun juga menyelamatkan dirinya. Tepatnya pada tahun lalu.
Sepanjang hidup, Sausan terbiasa dengan kata “harus”. Hasil didikan keras Ibu yang menginginkan dirinya jadi sosok sukses, atau lebih tepatnya, sempurna.
Harus cantik.
Harus rapi.
Harus pintar.
Harus langsing.
Saat memasuki usia remaja, Sausan sering kali merasa cemas berlebihan atau anxiety ketika memulai hari; kok seragamnya terasa lebih sempit? Apa karena kemarin makan Big Mac?
Atau, muncul pertanyaan seperti ini di kepala saat akan berangkat ke sekolah: semalam sudah belajar IPA buat kuis hari ini. Tapi, cukup nggak, ya? Kayaknya mesti diulang lagi, deh.
Perasaan sulit menerima diri yang berkelanjutan dapat mempengaruhi, bahkan mengganggu kesehatan mental seseorang.
Di usia 22 tahun, Sausan sudah terbiasa “menekan” dirinya. Akibatnya, ia sangat minim mentolerir kesalahan yang diperbuatnya, lebih-lebih jika itu dilakukan orang lain.
Sausan tidak menyadari bahwa kesehatan mental dirinya selama ini sudah berada di ujung tanduk.
Ia rajin merawat dan menutrisi fisiknya, namun jiwanya kering perhatian.
Ia tidak pernah mendengarkan kata hatinya, tidak berusaha mendekatkan diri ke Yang Maha Kuasa, dan selama ini dikelilingi orang yang sibuk dengan urusannya masing-masing.
Baca juga: Identifikasi dan Penuhi Kebutuhan Jiwa Kita
Oleh karena itu, ketika akumulasi stres berpadu dengan sikap perfeksionis, ditambah pecahnya konflik besar di kantor, Sausan pun mengalami mental break down dan menangis tersedu-sedu di sudut kamar kosnya.
Untuk pertama kalinya dalam hidup, Sausan yang cantik, pintar, rapi, dan langsing merasa dirinya tak berharga.
Apa yang dialami Sausan adalah contoh gangguan kesehatan mental yang sudah terjadi cukup lama, yakni bertahun-tahun.
Karena kesadaran sebagian besar orang rendah, kondisi kesehatan mental yang buruk pun kerap terabaikan. Berbeda dengan kebutuhan fisik—rasa lapar, misalnya—yang dengan segera kita penuhi begitu dirasakan.
Agar tak hanya fisik yang sehat, berikut cara sederhana merawat kesehatan mental yang dapat kita terapkan sehari-hari:
1. Menerima diri
Penerimaan diri seutuhnya merupakan fondasi utama kesehatan mental seseorang. Proses menerima diri menjadi sulit ketika sejak kecil seseorang kerap diejek, dibandingkan, maupun diperlakukan terlalu keras oleh lingkungan terdekatnya, seperti yang terjadi pada Sausan. Ketika kita sulit menerima diri apa adanya, tentunya akan sulit juga menerapkan self-love.
Foto: @freepeople
2. Aktif berkomunikasi dengan diri
Selalu dengarkan hati saat sedang resah maupun gembira, serta pastikan hati nurani tetap hidup dengan merawat pikiran positif dan optimisme, sesulit apa pun keadaan. Sausan mampu bangkit tiap kali dirinya jatuh karena ia rajin menumpahkan perasaannya tanpa sensor pada jurnal pribadinya.
3. Miliki Support system
Sosok baik yang selama ini menyokong kita, atau support system, merupakan unsur penting yang mampu membuat kita merasa diperhatikan seutuhnya sebagai manusia. Walau sosok ini biasanya orang terdekat, ia tak harus berasal dari keluarga. Bisa saja dirinya sahabat, guru, atau teman kos seperti support system Sausan selama ini.
4. Utamakan sayur dan buah sebagai sumber karbohidrat
Siapa sangka makanan ternyata berperan besar terhadap kondisi mental kita? Jadi, penting banget untuk biasakan menyantap lebih banyak sayur dan buah-buahan tiap hari dan, please, batasi segala jenis junk food yang enak itu!
Baca juga: Kata-kata Penyemangat Hidup yang Bikin Harimu Cerah
5. Latih mental agar kuat menghadapi hidup
Banyak kejadian dalam hidup kita yang tak selalu mudah maupun menyenangkan. Kejadian seperti ini biasanya kita anggap sebagai ujian. Mental yang sehat adalah mental yang terlatih menghadapi situasi apa pun. Oleh karena itu, latih kekuatan mental kita dimulai saat ujian menerpa dengan cara menghadapinya.
6. Berserah diri kepada Tuhan
Ini merupakan sikap penting yang perlu terus ditumbuhkan dalam upaya merawat kesehatan mental. Jika asupan untuk jasmani kita adalah makanan dan minuman, maka landasan berbuat baik (termasuk bersyukur) karena-Nya merupakan hal esensial untuk rohani, atau kesehatan mental kita.
Dengan meyakini bahwa “setelah berusaha sebaik mungkin, ada kekuatan lebih besar yang mengaturnya” membuat kita jadi lebih legowo berhadapan dengan segala ujian dan kegagalan.
Tepat tanggal 10 Oktober, Malika, teman satu kosnya, menemani Sausan tidur semalaman saat dirinya terguncang.
Tak terbayang apa jadinya jika Malika sang support system yang penyabar tak ada di situ.
Merawat kesehatan mental penting dilakukan agar kita mampu hidup tentram dan bahagia. Kuncinya adalah sadar bahwa kebutuhan yang dipenuhi mencakup fisik dan jiwa. Tidak hanya salah satu saja.
Demi menjadikan kondisi jiwanya lebih sehat (sesehat tubuh langsingnya!), Sausan berjanji untuk lebih toleran kepada dirinya, juga orang lain, serta membatasi penggunaan kata “harus” yang selama ini membuatnya selalu tertekan.
Menjaga kesehatan mental memang tidak mudah, namun perlu terus diupayakan. Apa saja caramu selama ini?
*) Feature image: Verne Ho via Unsplash