Kali ini Pia berlibur ke hutan.
Masa kanak-kanak selalu penuh petualangan dan keajaiban. Momen dan kejadian biasa dapat terlihat luar biasa dari mata seorang anak, seperti yang dulu saya alami saat masih kecil.
Cerita pendek untuk anak-anak ini lahir dari kenangan berharga tersebut.
Dulu saat menulisnya, saya punya angan agar kelak ketika Harsya dan Nara sudah besar dan membacanya, mereka tak pernah lupa indahnya momen-momen masa kecil yang penuh tawa dan keseruan.
Selamat menikmati cerita pendek untuk anak di bawah ini!
Rumah untuk Kuki
oleh Sitta Karina
PIA menutup mata sambil tersenyum. Langit sore Papua di luar jendela pesawat didominasi warna oranye. Gugusan awan tampak seperti gulali yang tumpuk-menumpuk. Tak ada gedung pencakar langit di sekelilingnya—tidak seperti di Jakarta.
Liburan kali ini, Pia berkunjung ke Kuala Kencana, sebuah kota modern di dataran Papua. Setelah menerima buku rapor dengan deretan nilai bagus, ia mengira Ayah akan mengajaknya ke taman bermain terkenal di Singapura, atau setidaknya bermain ke pantai. Siapa sangka Ayah ternyata memiliki rencana lain, yakni memboyongnya ke tempat eksotis yang dikelilingi hutan belantara.
“Ayah diundang Sekolah YPJ Kuala Kencana untuk penelitian. Ada beberapa peneliti dari dalam dan luar negeri yang ikut bergabung,” Ayah menjelaskan ke Pia. “Dan karena Bik Iyem pulang kampung, terpaksa Pia mesti ikut juga karena tak ada yang menjaga Pia di rumah.”
Melihat tidak ada pilihan tersisa, Pia pun mengiyakan dengan berat hati.
Esok hari, mereka berangkat naik pesawat khusus. Setelah menempuh tujuh jam penerbangan, sampailah Pia dan Ayah di bandara Timika. Melihat lingkungan sekitarnya yang tandus, Pia semakin tidak bersemangat. Pupus harapan Pia akan sebuah liburan sekolah yang menyenangkan.
Sebuah mobil Jeep telah menunggu mereka di luar bandara.
Ayah mengobrol dengan supir yang berasal dari suku Kamaro, Pak Yakob. Rupanya, kolega Ayah sudah menunggu di Kuala Kencana.
Pak Yakob melihat Pia dan tertawa lebar. Katanya, ada dua anak seumuran Pia di sana dengan raut muka yang sama masamnya lantaran bosan bermain tembak-tembakan. “Banyak kegiatan menyenangkan di sini, terutama jika kau menyukai alam.”
“Aku lebih suka mall,” Pia menggerutu pelan.
Mobil pun mengantar mereka dari tempat yang kering dan berdebu ke area yang serba hijau. Perbedaannya sangat mencolok. Baru kali ini Pia melihat hutan lebat dari jarak dekat. Di sekelilingnya tampak pepohonan tinggi aneka bentuk. Aroma sisa hujan membuat Pia ingin membuka jendela mobil lebih lebar lagi.
Ayah turun di kantor dan Pak Yakob mengantar Pia ke sebuah tempat bermain yang letaknya tak jauh dari bangunan utama tersebut.
Belum juga mobil berhenti, tiba-tiba sekilas bayangan hitam melintas di depan dan tertabrak.
Pia dan Pak Yakob langsung menghambur ke luar. Dari semak-semak, muncul dua anak laki-laki dengan raut panik. Yang satu berambut hitam seperti Pia, satunya lagi berambut pirang gelap.
“Pak Yakob, jangan bilang Papa!”
“Don’t tell my dad too!”
Baca juga: Cerpen Persahabatan dan Kisah Keluarga Hanafiah Lainnya
Ternyata Jeep Pak Yakob menabrak seekor kuskus, salah satu hewan langka yang biasa hidup di hutan setempat.
Pak Yakob tampak berpikir. Hewan tersebut biasanya hidup di atas pohon dan menjauh dari keramaian, tetapi kenapa sekarang malah turun ke jalanan?
Arya, si anak berambut hitam dengan pistol air raksasa di tangannya, menjelaskan,”Kita lagi main tembak-tembakan—aku dan Jack—lalu, tiba-tiba tembakan air ini mengenai sarang kuskus dan ia lari ketakutan.”
“We didn’t mean to.” Jack si pirang terlihat ketakutan.
“Kalian tahu tindakan itu membahayakan hewan-hewan di sini?” tutur Pak Yakob tegas.
Arya dan Jack mengangguk, hanya memandangi sepatu masing-masing.
“Kita harus merawatnya. Kelihatannya, kaki belakang kuskus ini patah,” kata Pak Yakob lagi.
Pia langsung berinisiatif maju. “Aku ikut. Anjing Siberian Huskey milikku, Big, juga pernah tertabrak mobil dan dia bisa kurawat sampai sembuh.”
Arya dan Jack merasa terganggu ada anak perempuan yang tiba-tiba ikut campur dan membuat Pak Yakob, orang kepercayaan kedua ayah mereka, terkesan.
Foto: Mark Moffet via Pinterest
Pak Yakob memutuskan,“Baik. Saya tidak akan menceritakan ini ke ayah kalian, tetapi kalian harus berjanji akan merawat kuskus ini—“
“Kuki,” potong Pia. “Namanya Kuki.”
“Kalian harus merawat Kuki bersama Pia,” Pak Yakob terlihat menyukai nama baru itu. “Tidak hanya main melulu. Setuju?”
Jack dan Arya mengangguk cepat.
Jadilah Kuki si kuskus jinak tinggal di bangunan kecil dekat rumah kaca milik sekolah. Sementara Ayah sibuk dengan penelitiannya, Pia pun asyik merawat Kuki bersama dua teman barunya. Mereka kagum, Pia tidak takut melihat laba-laba hutan yang ukurannya lebih besar dari telapak tangan!
Ketika kaki Kuki si kuskus sudah sepenuhnya sembuh, Pia langsung memeluknya. “Kamu pasti akan menjadi teman yang baik buat Big!”
Sekonyong-konyong, senyum Arya dan Jack pun sirna. Keduanya saling bertatapan, heran. Beberapa saat kemudian, barulah mereka mengerti maksud ucapan Pia.
“Nggak bisa begitu, Pia,” Jack memulai.
“Kamu tidak berniat membawa Kuki ke Jakarta ‘kan? Kuki tidak bisa hidup selain di hutan Papua. Mengeluarkan Kuki dari sini sama saja membunuhnya,” Arya menimpali ketus.
Brak!
Sambil menahan air mata, Pia pun menghambur pergi setelah melempar sekop plastik ke Arya.
Sudah hampir seminggu Pia tinggal di Kuala Kencana. Lusa, pesawat akan membawanya kembali ke Jakarta dan ia tidak perlu lagi melihat dua teman yang menyebalkan itu.
Ketika tiba di bandara, sekali lagi Pia menengok ke belakang. Air mata kembali menggenang. Teman-teman barunya tidak datang mengantar. Ia bahkan tidak bisa melihat Kuki lagi.
Tiba-tiba, terdengar deru keras mobil yang Pia kenal.
Suara Jeep Pak Yakob.
Pak Yakob datang bersama Arya dan Jack!
Mereka melambaikan tangan, mengajak Pia masuk ke dalam mobil.
Dengan penasaran, Pia langsung ke sana dan melihat Kuki disembunyikan di di bawah jok.
“Kalau ketahuan aparat, kita bisa mati,” ucap Arya, tersenyum lebar. “Tetapi, Kuki pasti ingin mengantar si penyelamatnya. Jadi, diam-diam kita membawanya ke sini.”
“Write us e-mails. Tons of them. We’ll meet again, Pia,” tambah Jack.
“I will!” Pia berseru penuh semangat. “Aku pasti akan kembali ke sini. Ke rumahnya Kuki!” ****
*) Pernah dimuat di Majalah GIRLS edisi November 2009 dan dibukukan dalam kumpulan cerpen 22 Hari Bercerita
**) Feature image: Annie Spratt via Unsplash
selalu suka sama puisi, cerpen atau apapun yang ditulis mbak sitta.
i love your magic hand, kakak 🙂
Happy to hear 😘 terima kasih sudah baca ya!