Berenang bareng ikan di Pahawang.
“Liburan di Pulau Pahawang benar-benar pengalaman tak terlupakan!”
Setidaknya itu pendapat Harsya (8 tahun) dan Nara (6 tahun) setelah puas memberi makan dan “mengejar” ikan badut yang selama ini dipopulerkan oleh tokoh Nemo dalam film Pixar, Finding Nemo, di perairan sekitar Pulau Pahawang, Kabupaten Pesawaran, Lampung.
Tentunya ini pengalaman tak terlupakan juga bagi kami orangtuanya.
Ide berlibur ke Lampung sebenarnya cukup mendadak. Saya takjub melihat sepupu yang usianya lebih muda dari saya, dengan anak-anak yang usianya juga lebih muda dari Harsya dan Nara, berangkat road trip keluar Pulau Jawa dengan naik kapal feri—sesuatu yang belum pernah kami lakukan sebelumnya!
Road Trip Lebih Seru!
Setelah berunding dengan Trias, suami saya, dan memeriksa via Google Maps bahwa sebagian besar jalanan dan destinasi Lampung sudah terekam di situ, we think we’re good to go!
Ternyata jarak dari Jakarta ke Lampung relatif dekat jika ditempuh melalui perjalanan darat dan laut, yakni 5-6 jam.
Bahkan dari Pelabuhan Merak ke Pelabuhan Bakaheuni, Lampung, hanya memakan waktu 1,5 jam.
Biayanya pun jauh lebih murah dibandingkan dengan naik pesawat. Harga tiket kapal feri (1 mobil dan 4 orang) untuk sekali jalan hanya Rp 320.000,-.
Untuk mengatasi mabuk laut, pastikan bawa Antimo, terutama untuk anak-anak.
Di sana kami memutuskan hanya menginap selama 3 hari 2 malam saja.
Jaga-jaga jika para bocah bosan di sana mengingat Lampung bukanlah Bali yang tempat-tempat wisatanya lebih familier bagi orang kebanyakan, terutama saat berlibur bersama anak.
Tetapi, bayangan itu berubah ketika melihat brosur berisi puluhan tempat tujuan wisata yang bisa dikunjungi di Lampung. Dan ternyata Lampung itu luaaas sekali!
Pentingnya Persiapan Sebelum ke Laut
Kami memutuskan untuk melihat perairan sekitar Pulau Pahawang yang permukaan lautnya cenderung tenang, walau spot terkenal buat anak-anak saat itu adalah Pantai Sari Ringgung yang memiliki playground di laut.
Antara snorkeling dan perosotan, bagi Harsya dan Nara yang cukup menyukai tantangan baru, snorkeling langsung menang mutlak 😊
Setelah membeli bekal makan siang (karena rencananya akan seharian berada di situ), kami melanjutkan road trip ke Dermaga 4 Ketapang—lagi-lagi dengan dipandu Google Maps.
Dari dermaga tersebut, terlihat laut begitu tenang. Langit di atas pun cerah, namun tidak terlalu terik. Just the perfect time to sail and swim!
Beberapa persiapan penting sebelum berangkat ke Pulau Pahawang adalah:
1. Waktu tempuh
Jika ingin cepat sampai di sana (15 menit) sebaiknya sewa speed boat yang biayanya Rp 1.000.000,- untuk seharian. Untuk biaya yang lebih murah dan bisa lebih menikmati pemandangan sekitarnya, cukup menyewa perahu motor (Rp 500.000,-). Harga tersebut sudah termasuk pemandu (yang juga mengemudikan perahu) dan pelampung untuk tiap penumpang.
2. Perlengkapan renang
Baju renang, atau sekalian diving suit, pelampung, snorkeling mask, fins (kaki katak), baju ganti, handuk dan sun block. Di tempat penyewaan perahu, juga tersedia snorkeling mask, fins, dan kamera dalam air yang bisa disewakan. Untuk kamera dalam air dan selfie stick-nya seharga Rp 200.000,- (sudah termasuk SD card 8 GB untuk kita), sedangkan snorkeling mask dan fins Rp 50.000,- per orang.
3. Bawa bekal cukup
Selain untuk makanan dan minuman untuk kita, cemilan berupa biskuit dan kue kering juga bisa dijadikan pakan ikan. Harsya dan Nara happy banget pas “diserbu” kawanan ikan kecil karena di tangan mereka ada Astor! 😄
4. Bawa juga kotak P3K
Isinya seperti standar isi kotak P3K pada umumnya dengan tambahan Thrombophop dan salep antiseptik seperti Sudocrem. Ketika lengan Harsya gatal-gatal dan bengkak (kemungkinan karena tersengat ubur-ubur), salep Sudocrem mampu meredakan gejalanya.
5. Pastikan cuaca cerah
Jika mendung, sebaiknya urungkan niat untuk berangkat. Walau warga sekitar mengatakan gelombang air rata-rata hanya 1-1.5 meter dan itu relatif aman, dengan membawa anak-anak, sebaiknya jangan ambil risiko.
6. Kesiapan ayah dan ibu
Karena “area bermain” anak-anak kini bukan di kolam renang, melainkan laut lepas, kesiapan mental, kewaspadaan, kesigapan, serta kerja sama antara ayah dan ibu amat dibutuhkan. Setelah pulang, saya dan Trias baru deh merasakan lelahnya saling berkoordinasi menjaga anak-anak bermain di laut 😆
Lalu, aman nggak sih membiarkan anak berenang di situ?
Untuk anak yang usianya di bawah 6 tahun maupun yang belum bisa berenang, sebaiknya tunda dulu walau sudah mengenakan pelampung.
Yang tidak kalah penting adalah kenyamanan dan kesiapan anak itu sendiri untuk berenang di laut. Ketika awalnya ia merasa sungkan, jangan dipaksa ya.
Bagi Harsya dan Nara yang sudah masuk air sejak usia mereka 8 bulan, berenang di sekitar perairan Pulau Pahawang tetap kami dampingi dengan penuh kewaspadaan.
Walau si penyewa perahu mengklaim bahwa di wilayah tersebut tidak ada ikan ganas (hiu, barakuda, dan sejenisnya), namun saya dan Trias tetap siaga penuh memperhatikan bocah-bocah mencoba snorkeling di permukaan sampai menyelam ke dasar laut tanpa pelampung. Apalagi, arus dan gelombang lautnya membuat posisi berdiri kita, terutama anak-anak, tanpa disadari bergeser.
Ayo, bermain bersamaku, ikan!
Karena ini pengalaman pertama saya snorkeling di laut, saya deg-degan sekaligus nggak berhenti takjub dengan indahnya pemandangan di dalam laut.
Anak-anak yang selama ini hanya melihat laut dari tayangan di saluran BBC Earth dan National Geographic juga girang melihat deretan terumbu karang, anemon (yang sudah Nara wanti-wanti sebelumnya agar kami semua tidak menyentuhnya karena menurutnya bisa menyetrum! 😄 ), belut, dan ikan-ikan kecil seliweran di situ.
Kedalaman laut pun berbeda-beda. Saya dan Harsya bahkan sempat menyusuri bagian dasar laut yang menukik, makin rendah dari pijakan sebelumnya.
Ketika menyadari sudah berenang cukup jauh dari lokasi perahu, kami berdua memutuskan untuk kembali.
“Makin dalam ya, Bu,” kata Harsya,”Kita nggak tau ada apa di bawah. Bisa aja ada arus bawah laut yang berbahaya kayak di Do or Die.”
Do or Die adalah salah satu tayangan favorit sekeluarga, tentang tindakan tepat dan cepat apa yang harus kita ambil saat terjebak dalam situasi berbahaya—all based on true events, to make the show even more thrilling!
Dari 5 spot seru untuk snorkeling di Pulau Pahawang ini, kami hanya mendatangi 2 tempat, yaitu Taman Nemo Cukuh Bedil dan Gosong Bekri.
Itu pun sudah makan waktu yang cukup lama, yakni 6 jam. Benar-benar tidak terasa lama saking asyiknya berenang, makan, dan berenang lagi 😀
Yang bikin kagum, ikan-ikan kecil di perairan Gosong Bekri ternyata lebih banyak dan beragam.
Di antara ikan-ikan yang berenang itu, Harsya dan Nara akhirnya bisa melihat langsung candi bawah laut yang berada di kedalaman 4 meter yang bikin keduanya penasaran.
Benar-benar liburan yang amat berkesan!
Traveling ke Pulau Pahawang sepertinya tidak akan menjadi pengalaman satu kali saja, karena masih ada beberapa kegiatan lain yang bisa dilakukan di situ selain snorkeling—dan sejujurnya saya sudah nggak sabar memeriksa jadwal liburan anak-anak tahun ini untuk mencicipi petualangan baru lagi bersama mereka!
*) Semua foto oleh: Trias Rachmidiharja
di sumatera barat ada tempat snorkling yang keren juga loh kak tepatnya di pulau mandeh, disana kakak bakal disuguhkan pemandangan bawah laut yang ga kalah keren sama raja ampat
Terima kasih rekomendasinya. Ingin mampir jika ke Sumbar 🙂
Segera pergi kesana..tq utk cerita dan foto foto yg bikin makin pengen kesana 😘😘
Juni – Waaaah! Enjoy your holiday ya, Juni :*
Cantiknya… dua kali snorkelling belum pernah dapat spot yang cantik seperti itu 🙁
Qudsi – Selain cantik, mudah juga menggapainya 😊
Mbaa, berulangkali aku ke Malang tapi belum pernah coba ke Pulau ini untuk bawa anak renang. Wah senangnya renang tanpa pelampung 🙂
Rach Alida – Ini di Lampung, bukan Malang 😊 Kalau anak-anak sudah bisa berenang, bisa dicoba.
wow keren jadi mupeng ke sana
Hastira – Harus coba! 😊
Pantai Pahawang ini emang terkenal banget ya mbak di Lampung. Pantainya masih bersih banget kaaan. Ternyata ‘dalemnya’ juga keren yaa, ada nemo segalaaaa <3
Adriana – Banget! Sudah snorkeling di sana? 😊