#TanyaSitta: Bagaimana Memulai Self-Love Tanpa Terkesan Egois?


blog sitta karina - bagaimana memulai self-love tanpa terkesan egoisSayangi diri tanpa keraguan.

Topik self-love selalu menarik—sekaligus menantang—untuk dibahas, terutama karena sebagian besar hidup saya memiliki isu terkait ini.

Proses self-love, sepopuler apa pun itu masa kini, ternyata tidak terjadi secara instan.

Sanggup-tidaknya kita mencintai diri apa adanya, tanpa pamrih, amatlah dipengaruhi dengan cara kita dibesarkan.

Kita belajar mencintai diri dari bagaimana kita dicintai oleh orang-orang terdekat, yakni keluarga.

Sayangnya, sering kali dari orang-orang terdekat jugalah kita mendapatkan label—”Kamu egois, deh!” atau “Kalau kurusan pasti lebih cantik”—sehingga kita tak mampu menerima dan menyayangi diri secara menyeluruh.

Perihal self-love, dalam rubrik #TanyaSitta kali ini saya mendapat DM dan e-mail dari Tiara, Hasna, dan Muti yang menanyakan kira-kira seperti ini:

Bagaimana cara melakukan self-love tanpa terkesan bersikap egois? Padahal, saya tidak bermaksud begitu. Namun, selama ini saya merasa perlu mendahulukan beberapa hal penting demi diri nggak stres dan tetap “waras”.

Nah, demi mewujudkan self-love tanpa menjadi pribadi egois, apalagi merugikan orang lain, ini yang saya coba lakukan:

Menerima diri seutuhnya

Proses ini terkesan remeh, namun suliiiiit sekali dilakukan. Kita kerap terlalu keras—tanpa ampun—terhadap diri, suka membandingkan dengan orang lain, sampai bersikap pamrih (“Saya baru keren kalau bisa pangkas 5 kg lagi, nih!).

Lihat diri di cermin dan terima sosok itu dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Ingat, tidak ada orang yang hanya memiliki kelebihan atau kekurangan saja. Jadi, kalau bukan kita, siapa lagi yang tersisa untuk menerima diri seutuhnya?

Baca juga: Cara Menghilangkan Rasa Sakit Hati dan Berdamai dengan Kemarahan

Dahulukan kewajiban, baru hak

Pedoman simpel di atas saya dapatkan dari pelajaran anak-anak di sekolah. Selalu dahulukan kewajiban, baru setelahnya kita mendapatkan hak yang semestinya. Bukan malah sebaliknya.

Sisi baiknya?

Prinsip sederhana tersebut menjadikan moral compass kita senantiasa berfungsi dengan baik.

Salah satu bentuk self-love yang kerap terlewat soal ini adalah kita hanya melakukan kewajiban secara terus-menerus, namun merasa sungkan untuk mendapatkan hak.

Jangan sampai begitu, ya.

Set boundaries

Membuat batasan jelas (setting boundaries) menunjukkan bagaimana kita ingin diperlakukan oleh orang sekitar. Banyak orang berpikir dengan set boundaries berarti seseorang bersikap egois. Padahal, tentu saja tidak demikian.

Dengan banyaknya orang bersikap seenaknya dan tidak paham ranah pribadi, sering kali kitalah yang harus lebih dulu membuat batasan tersebut demi kenyamanan bersama.

Mulai dengan berpikir netral, lalu berpikir positif

Saat menghadapi kejadian tidak enak, sangat sulit untuk bisa langsung berpikir positif dan mengambil hikmahnya ‘kan? Oleh karena itu, saya lebih nyaman jika mendahulukan berpikir netral, yakni hadapi kenyataan, berusaha menerima keadaan yang tidak bisa diubah, lalu tenangkan diri dulu.

Setelah merasa lebih tenang, barulah saya berusaha mengambil hikmah dari kejadian tersebut, dengan cara melihat sisi positif dari kondisi paling tidak enak sekalipun dan berusaha memperbaikinya di masa mendatang.

Jadi versi terbaik dari diri sendiri

Menerima diri apa adanya amatlah penting. Namun, bukan berarti kita jadi mudah merasa puas dan enggan mengembangkan diri.

Mantra sederhana yang selalu saya ingat adalah hari esok bisa lebih baik dari hari ini, sekecil apa pun kemajuan yang bisa kita upayakan.

Cara self-love yang tak kalah pentingnya adalah terus menantang diri untuk menjadi versi terbaik tanpa berubah jadi orang lain.

 

Self-love tidak melulu soal merawat diri di spa saat akhir pekan maupun memanjakan diri dengan branded stuff setelah bekerja keras.

Kedua hal tersebut memang termasuk upaya menyayangi diri. Namun, makna self-love sesungguhnya ternyata lebih dalam dari sekadar mencapai apa yang selama ini kita inginkan.

Self-love berarti penerimaan diri.

Menerima diri berarti memenuhi kebutuhan diri.

Perlu kita ingat baik-baik, mendahulukan hal tersebut sama sekali bukan sesuatu yang egois.

Cara menerima diri seutuhnya bisa dimulai dengan hal-hal sederhana, seperti mengakhiri toxic relationship maupun tidak melayani teman yang doyan “menggoreng” drama.

Bagaimana dengan kamu, apakah sudah menjalankan self-love demi jiwa yang lebih sehat? 😊❤️

 

*) Feature image: @jcrew



Leave a Comment

  • (will not be published)