Ratu Drama Naik Tahta


Blog Sittakarina - Ratu Drama Naik TahtaBagi Anjani, bisa tinggal sekompleks dengan Rey ibarat mimpi jadi kenyataan!

Apalagi dirinya kini sudah menjadi kupu-kupu. Bukan lagi ulat yang membuat tak satupun orang, termasuk Rey, melirik saat di bangku SMA.

Di saat ibu-ibu seumurannya berjuang dengan urusan berat badan, tubuh Anjani tetap semampai walau sudah memiliki tiga anak. Hasil berkutat di gym sejam tiap hari yang sungguh sepadan dengan pujian-pujian sepanjang feed Instagram-nya. Rambut Anjani yang rutin dirawat pun terlihat mengkilap dan halus; gaya messy bob tersebut begitu cocok dengan pipi tirusnya.

Tampil sekeren itu membuat Anjani tak hanya merasa percaya diri, tetapi juga cantik.

Merasa seperti Rey saat SMA dulu.

Ditambah, kini Anjani sudah menggandeng sosok baru dalam hidupnya, Indra si pengusaha muda yang kiprahnya tengah bersinar. Tak ubahnya dengan Rey yang saat itu dikelilingi cowok-cowok keren macam Gan dan Daffa.

Sayangnya, apa yang Anjani temukan pada arisan perdana di cluster ini membuatnya kecewa. Para tetangga yang baru saja dikenalnya terlihat datar dan membosankan. Rey yang juga hadir di situ terlihat biasa saja; tidak tampil bombastis maupun bersikap angkuh layaknya pentolan tim populer. Padahal, Anjani sudah siap menjadi partner seseruannya. Ke mana Rey yang dikenalnya dulu?

Tatkala memasuki agenda utama arisan tentang perlu-tidaknya menyediakan wahana bermain anak pada tanah kosong di pojokan kompleks Anjani langsung berseru penuh semangat,”Nggak perlu sekarang! Nanti aja bikin playground-nya. Kompleks kita ‘kan baru, kayaknya kita lebih butuh piknik bareng. Saling mengenal satu sama lain.”

“Nah! Bener banget, tuh,” Melissa menimpali seraya membetulkan letak kerudung biru mudanya.

“Iya, kayaknya lebih seru jalan bareng, deh. Wisata kuliner gitu. Ke Bandung, yuk? Sewa bus sekalian!” sahut Mayang.

Mbak Lala si host arisan pun ikut berujar,”Ikuuuut! Lagipula anak-anak bisa main di jalanan. Amanlah. Cluster kita ‘kan nggak gede-gede amat.”

Sebagian besar wanita muda yang hadir di situ langsung asyik merencanakan ke mana tujuan piknik hingga seperti apa dress code-nya nanti, sampai sebuah suara memecah keramaian.

“Justru itu, Mbak Lala… karena anak-anak sering main di jalanan, lebih baik kita bangun mini playground dulu. Nggak usah yang mewah. Perosotan, ayunan kecil, dan panjat-panjatan sepertinya cukup. Piknik bisa menyusul setelahnya. Yang penting, anak-anak punya sarana main yang aman.”

Anjani hampir tidak memercayai pendengarannya.

Itu suara Rey!

Sopan, namun jelas maksudnya.

“Kayaknya Rey nggak perlu piknik, nih. Asyik melulu sama Sakti yang perhatian,” Anjani yang pertama kali membuka mulut. Hatinya sempat berdebar keras, mendidih, malu dan tidak nyaman dengan perbedaan pendapat ini—dengan anggota arisan yang berani menentangnya ketika semua orang justru bersemangat memberikan dukungan.

Apakah idenya tidak cukup keren—apakah dirinya tidak cukup pantas hingga ditolak begitu? 

Anjani tidak dapat menghentikan deretan pertanyaan yang muncul tanpa jeda di kepala.

“Tetep butuh piknik, kok,” Rey mengulum senyum rikuhnya. Sakti yang perhatian? Dari mana Anjani—orang yang ia tahu tidak pernah dekat dengan keluarganya—dapat ide itu?

“Itu pendapatku aja, sih,” lanjut Rey, baru menyadari semua mata kini tertuju kepadanya. “Apa pun suara terbanyak nantinya, ya aku ikut.”

Kiera, putri bungsu Rey yang baru berulang tahun ketiga, menghampiri ibunya dengan muka kusut. Ia langsung memeluk paha Rey dan merengek minta pulang. Anjani dapat melihat raut wajah Rey yang tidak serileks tadi dan akhirnya berdiri dengan gestur enggan.

“Aku pamit duluan ya, Ibu-Ibu. Mau nyusuin Kiera,” tutur Rey sambil menggendong anaknya.

“Wah, nggak ada babysitter ya, Rey?”

“Nggak, May. Nanti kalo gue udah nggak sanggup megang sendiri lagi, mungkin bakal nyari.”

“Anak dua lho, say. Emang keren deh ibunya!”

Saat Rey sudah tak terlihat batang hidungnya, Mayang berceletuk,”Umur tiga tahun kok masih nenen gitu ya? Pantesan Kiera keliatan lebih manja ketimbang anak-anak lain di kompleks.”

“Kayaknya itu disuruh Sakti, deh. Dia ‘kan pengen istrinya ngerjain semua, termasuk buat anaknya. Yang aku denger sih segala hal diatur Sakti,” Anjani menambahkan.

Ia tahu sosok Sakti, suami Rey, sejak SD. Dulu terkenal bossy, sekarang pangeran es yang pelit kata.

Topik arisan pun bergeser, dari yang tadinya playground menjadi tentang Rey. Rossa dan Faiqa pun memilih menyingkir saat gosip kian memanas, tidak nyaman mendengar kisah Rey yang menurut Anjani doyan pulang malam bareng cowok saat SMA. Beberapa ibu menahan napas mendengar kisah itu, tidak menyangka sosok Rey yang terlihat kalem dan bertanggung jawab terhadap anaknya ternyata memiliki masa lalu spektakuler.

“Mungkin karena dulunya begitu, sekarang Rey jadi kelewat protektif sama anaknya sampai-sampai nggak mau piknik bareng kita. Sayang banget, ya?”

Ucapan Anjani yang menjadi penutup arisan pun diamini yang lainnya.

***

“Halo?”

“Hai, Sakti.”

“Ini siapa?”

“Ya, ampun! Nomor HP tetangga sendiri nggak punya.”

“…”

“Serius elo nggak tau? Ini Anjani.”

“‘Kan udah sama-sama di WA group kompleks,” suara Sakti seperti biasa terdengar datar. “Ada apa?”

“Gue nggak tau mau sampein ini gimana…” nada Anjani sedikit ragu,”belakangan ini ‘kan Aslan sering main sepeda siang-siang, terus beberapa kali lewat depan rumah gue. Suaranya cukup rame, jadi bikin baby gue susah tidur.”

“Aslan teriak-teriak?” tanya Sakti.

“Nggak, sih. Dia ngobrol. Sama ibunya. Tapi, itu ‘kan tengah hari bolong. Jadinya agak ganggu. Anak-anak ‘kan harusnya main di luar pas sore hari. Siang itu buat tidur. Jadi, tolong ya anak elo jangan main di luar siang-siang.”

Sakti berusaha mencerna maksud perkataan Anjani tentang Aslan.

Tentang keluarganya.

Ia mendengar cerita dari Rey tentang sulitnya Aslan dibujuk main di dalam rumah lantaran anak sulungnya yang kini berusia enam tahun sudah bisa mengendarai sepeda roda dua. Ia sendiri tidak berkeberatan dengan Aslan bermain sepeda di siang hari. Apalagi ada Rey bersamanya.  Ia percaya, istrinya sudah berusaha sebaik mungkin mengarahkan yang benar. Namun, tetap saja Sakti tercengang mendengar maksud lawan bicaranya di telepon.

Anjani jelas-jelas ingin mengatur kebiasaan keluarganya; sesuatu yang menurut Sakti telah melampaui batas.

“Gue akan ingatkan Rey dan Aslan agar suaranya nggak kekerasan,” tutur Sakti kalem. Ia sampai harus keluar dari ruang rapat lantaran ekspresinya mengeras selama berbicara.

“Cuma diingetin? Yaelah, Sak… gimana ya, harusnya anak ‘kan nggak main siang—”

“Udah dulu, ya. Gue sibuk.”

***

Seminggu belakangan Anjani merasa di langit ketujuh. Hampir semua ibu di cluster kini menanyakan pendapatnya: apa merk stroller terbaik? Di mana tempat recommended buat pasang extension bulu mata? Tempat reparasi tas yang lebih murah dari Laba-Laba? Itinerary seru buat liburan anak ke Johor Bahru?

Ia merasa telah memenangkan hati mereka; dianggap teman baik, dewi penolong… bahkan, pemimpin.

Gongnya adalah tadi siang. Jumat ini Anjani berhasil mengajak ibu-ibu kompleks ngopi bareng sambil membahas rencana piknik—tanpa Rey tentunya.

Dan semua jadi lebih menarik saat hari menjelang sore.

Saat ia bisa leyeh-leyeh menonton E! News, acara gosip favoritnya, karena anak-anak aman dijaga nanny yang bisa diandalkan, di luar tampak Rey tampak ribet dan kelelahan menjaga Aslan dan Kiera seorang diri, seliweran di antara para pembantu yang sibuk dengan anak majikan masing-masing.

Suara deru kendaraan yang familier perlahan terdengar. Ada harapan tersendiri dalam hati Anjani saat suaminya pulang lebih cepat seperti sekarang, yakni menghabiskan waktu bersamanya dalam suasana hangat.

“An,” panggil Indra seraya meletakkan kunci mobil dan langsung naik ke lantai dua,”nanti malam aku mau kerja di rumah. Jadi, pastiin anak-anak nggak rame. Bawa ke rumah Mama, kalau perlu.”

Anjani bahkan belum sempat melihat wajah suaminya yang kini telah menghilang di balik tangga.

Kesal, Anjani pun meraih ponselnya lalu berjalan ke luar.

Pemandangan yang menyapa di jalanan kompleks membuat Anjani mematung selama beberapa detik. Sakti juga tampaknya pulang kantor lebih cepat. Masih dengan setelan baju kerja, ia langsung menggendong kedua anaknya, mengecup kening Rey, lalu berbincang sebentar dengan sang istri. Tak lama, Rey masuk ke dalam rumah dan Sakti tetap di luar, menemani kedua bocahnya bermain.

Anjani kehilangan kata untuk mampu melukiskan rasa yang membara di hatinya kini. Sedih… kecewa… marah… dan yang paling dominan, iri.

Setelah apa yang terjadi—dan selalu terjadi—pada dirinya, ia pantas untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

Bukan Rey.

Hidup Rey sudah sempurna. Kebahagiaan di luar sana seharusnya jadi miliknya.

Oleh karena itu, Anjani akan memastikan Rey tidak pernah naik tahta lagi.

Urusan piknik bareng di kompleks hanyalah permulaan dan drama masih terus bergulir.

***

“Reynara?”

Rey yang tengah antre di depan kasir Baskin Robbins dengan Kiera tertidur pulas dalam gendongannya langsung menoleh ke belakang. “Gan.” Ia tersenyum lebar.

“Gila… udah lama banget.” Lelaki dengan rambut seleher, berbeda dengan rambut suaminya yang selalu cepak, dan topi baseball merah ini terlihat tak percaya dengan sosok yang ditemuinya. “Anak elo satu?”

“Dua. Satu lagi sama ayahnya ke toilet.”

Obrolan santai pun bergulir dari “Apa kabar anak-anak SI?” sampai “Sekarang kerja di mana?”. Kemudian Gan terlihat menahan napas sebelum melanjutkan perkataannya,”Thank you, Rey. Asli. Makasih banget.  Sahabat macam apa gue dulu? Kalau bukan elo yang rela nemenin gue, nganterin gue pulang malam-malam, mungkin gue malah nangkring di kos-kosannya si bandar. Berat banget perceraian Bokap-Nyokap waktu itu…”

“You more than survived, Gan.” Rey tersenyum lega, sesaat ikut mengenang masa kelam itu.

Dari kejauhan, ia melihat Sakti keluar dari toilet seraya menggendong Aslan di bahu. ****


Lengkapi kisah-kisah karya Sitta Karina lainnya di sini.

 

*) Feature image via weheartit.com



Leave a Comment

  • (will not be published)


20 Responses

  1. Febby

    Wow dinamika kehidupan ibu2 pun ga kalah sama para ABG ya, hanya permasalahannya saja sudah ga ecek2 lg. Anyway, mau ceritanya tentang anak2 atau orang dewasa sekalipun, saya selalu cinta gaya penulisan mbak Sitta. Sampai sy sudah menikah pun, saya masih kangen dan teringat dgn novel yg sy baca selama masa SMP dan SMA. Love it!

    Reply
  2. Yang dijelek-jelekin santai aja, yang jelek-jelekin gondok sendiri 😂 terima kasih untuk ceritanya

    Reply
  3. wahyuindah

    cerita kak sitta selalu bisa menyihir saya. salut selalu saya. kak siita memang pantas jadi idola

    Reply
  4. Ilma Makhrifah

    Kak sitta, mau tanya gambar-gambar yang ada di blog kak sitta hasil foto sendiri atau dari mana? Kece kece soalnya 💖

    Reply
    • Ilma – Semua sumber foto dicantumkan, kok. Biasanya ada di bawah foto maupun di akhir artikel 🙂

  5. Bagus bangetttttt aku sukaaa… Mbak kapan bikin novel / kumpulan cerpen ibu-ibu ginii? :3

    Reply
    • Puty – Thank you, Puty! Iya, pengen deh. Kangen nulis kisah sehari-hari begini. Aku coba godok lagi idenya 🙂

  6. Ajeng Nirmala

    Kak sittaaa !! Suka banget akhir ceritanya 😍😍 bikin mikir

    Reply